Upaya Akhiri Konflik, Dewan Adat ‘Ur Siuw Ur Lim’ Malra Tancap Sasi di Lima Titik Rawan Pertikaian Kelompok Warga
 
								    				
							    			MediatorMalukuNews.com _ Upaya mengakhiri konflik berkepanjangan di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) yang kerap mengganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat setempat, maka melalui Dewan Adat Ur Siuw Ur Lim, baru -baru ini (Jumat 28/3-2025) mencanangkan pemasangan “Hawear” atau sasi adat di lima titik yang selama ini menjadi pusat pertikaian kelompok warga.
Langkah ini bukan sekadar ritual adat, tetapi juga simbol sakral yang mengandung harapan besar kembalinya kedamaian di bumi julukan ‘Larvul Ngabal’ itu.
Ritual yang digelar dengan penuh khidmat itu dipimpin Raja Jab Faan, Patrisius Renwarin yang merupakan sosok tokoh adat yang dihormati.
Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa, pemasangan “Hawear” bukan-lah suatu bentuk pelarangan atau klaim atas tanah dan petuanan, melainkan pesan kuat kepada semua pihak agar mengakhiri konflik yang berkepanjangan.
“Ini bukan soal siapa yang berhak atas tanah, tapi tentang bagaimana kita menjaga keharmonisan. ‘Hawear’ adalah batas sakral yang harus dihormati demi perdamaian kita bersama,” tegas Raja Jab Faan ini.
Dukungan Luas dan Harapan Baru
Pemasangan “Hawear” mendapat sambutan luas berbagai kalangan. masyarakat yang mengaku jenuh dengan ketegangan dan pertikaian berlarut- larut, dimana mereka menaruh harapan besar pada upaya adat ini.
Meski ada sebagian pihak menolak prosesi ritual adat tersebut, kendati demikian mayoritas warga percaya bahwa langkah ini dapat menjadi solusi terbaik menghindari aksi bentrokan susulan, sebaliknya membawa ketenangan bagi semua pihak.
“Kami rindu hidup damai tanpa rasa takut. Dengan adanya ‘Hawear’ ini kami berharap semua pihak bisa menghormati batas-batas adat yang telah disepakati,” ungkap seorang warga yang hadir dalam prosesi tersebut.
Yang menjadikan prosesi ini begitu istimewa adalah, penggunaan janur kelapa, minyak kelapa asli, serta emas adat sebagai bagian dari ritual.

Simbol-simbol ini mencerminkan keseriusan serta nilai luhur dalam penerapan adat sebagai penjaga keseimbangan hidup bermasyarakat.
Lima titik utama yang menjadi lokasi pemasangan “Hawear” meliputi Lanmark, Kompleks Lampu Merah Ohoi Ohoijang, Toko Tera, dan Perum Pemda
Kesakralan prosesi ini semakin dikuatkan dengan kehadiran Bupati Malra, Muhamad Thaher Hanubun, jajaran Forkopimda, serta berbagai tokoh adat dan masyarakat setempat.
Pemerintah daerah menyatakan dukungan penuh terhadap upaya ini sebagai solusi kearifan lokal yang mampu meredam konflik tanpa harus mengedepankan kekerasan atau tindakan hukum formal.
“Adat dan budaya adalah benteng terakhir kita dalam menjaga persatuan. Apa yang dilakukan Dewan Adat ‘Ur Siuw Ur Lim’ ini adalah bukti bahwa nilai-nilai kearifan lokal masih relevan dan memiliki kekuatan besar dalam membangun perdamaian,” ujar Bupati Muhamad Thaher Hanubun.
Pemasangan “Hawear” bukan sekadar tradisi, melainkan pesan mendalam bahwa adat memiliki peran penting menjaga keseimbangan sosial.
Masyarakat Malra kini kembali diingatkan bahwa, dalam setiap konflik, selalu ada jalan keluar yang lebih bijaksana—bukan dengan kekerasan, tetapi dengan menghormati nilai-nilai yang telah diwariskan para leluhur.
Dengan langkah besar ini, Dewan Adat ‘Ur Siuw Ur Lim’ telah membuka jalan bagi terciptanya kedamaian yang lebih lestari.
Kini, harapan itu bergantung pada komitmen semua pihak untuk menjunjung tinggi adat dan menghormati batas sakral yang telah ditetapkan. Sebab, ketika adat berbicara, seharusnya semua pihak mendengar dan mematuhinya.(Al)
